Papeda
Mama,
sosok yang sangat penyabar dan tidak banyak bicara. Diam-diam, saya mengagumi
sikap mama dan berharap mempunyai sikap seperti mama. Di usianya yang sudah
setengah abad, orang sering mengatakan bahwa wajah mama terlihat lebih muda
dari usianya. Mama biasanya hanya tersenyum mendengarnya tanpa ada sepatah kata
pun yang keluar dari mulutnya. Itulah mama. Satu hal yang juga saya sukai dari
mama, setiap mau menyajikan makanan di rumah, ia terlebih dahulu bertanya
kepada anak-anaknya, “Mau dimasakkan apa hari ini?” Ini adalah salah satu yang
paling saya rindukan sejak tinggal berjauhan dari mama.
Serui,
nama sebuah kota di bagian timur Indonesia. Tempat orangtua saya tinggal,
sekaligus tempat kelahiran saya. Bertahun-tahun tinggal di kota ini, rasanya sangat
berat saya tinggalkan saat memutuskan untuk menuntut ilmu di Makassar. Ketika
saya pulang ke kampung halaman (saya menyebutnya kampung halaman karena saya
dilahirkan dan dibesarkan di sana, meskipun bukan berasal dari suku asli
Papua), mama pasti bertanya sebelum memasak, “Mau makan apa?” Jawaban yang
spontan keluar dari mulut saya tanpa berpikir panjang, Papeda. Mama biasanya
hanya tertawa dan segera mengabulkan permintaan saya.
Papeda
merupakan makanan khas yang berasal dari Papua dan Maluku. Orang yang pernah
tinggal di Papua dan pernah merasakan makanan ini, yakin dan percaya ia akan
merindukannya saat sudah meninggalkan Papua. Papeda adalah makanan yang
berbahan dasar tepung sagu. Di Sulawesi Selatan kalian akan menemukan kapurung,
makanan yang juga berbahan dasar tepung sagu. Namun, kapurung dan papeda
berbeda dalam hal penyajian. Karena memiliki rasa yang tawar, papeda disajikan
dengan ikan kuah kuning dan sayur kangkung yang ditumis dengan bunga pepaya,
serta sambal tomat sebagai pelengkap.
Saya
tidak ahli dalam membuat papeda. Papeda hasil buatan saya selalu cair, tidak
sesuai dengan tekstur yang seharusnya. Untuk itu, saya lebih sering memilih
memperhatikan mama membuatnya. Pertama-tama, mama memasak air yang nantinya
digunakan untuk menyiram sagu. Sembari menunggu air mendidih, mama merendam
tepung sagu sehingga menjadi lebih kental, biasanya mama menambah perasan jeruk
nipis agar bau sagu tidak terlalu menyengat. Kemudian sagu yang sudah direndam,
disaring untuk memisahkan kotoran-kotoran yang ada dalam sagu. Setelah air
mendidih, mama mulai menyiram sagu sambil terus diaduk-aduk hingga memiliki
tekstur yang kenyal dan sagunya telah matang sempurna. Ada teknik tersendiri
dalam membuat papeda, air yang digunakan untuk menyiram sagu harus disesuaikan
dan diperkirakan dengan baik. Jika tidak, ya hasilnya seperti yang biasa saya
buat. Cair. Namun untuk urusan ini, keahlian mama sudah tidak diragukan lagi.
Selanjutnya
dalam membuat ikan kuah kuning, mama mengulek berbagai macam bumbu rempah. Mama
lebih memilih mengulek daripada memblender bumbu, katanya cita rasa antara
bumbu yang diulek dan bumbu yang diblender itu berbeda. Saya mengiyakan saja,
mana tahu saya soal begini, mama yang sudah berpengalaman dan telah banyak 'makan asam garam kehidupan' di dapur. Ikan yang sering mama gunakan adalah
ikan kakap merah. Ikan ini memiliki daging yang tebal dan lembut. Bumbu yang
telah diulek tadi ditumis hingga harum, kemudian mama memasukkan ikan dan
menambahkan air. Sambil diaduk, tunggu beberapa saat hingga mendidih. Biasanya
mama menambahkan belimbing wuluh agar kuah ikan terasa lebih segar.
Terakhir
adalah sayur kangkung. Seperti sayur tumisan biasa, sayur kangkung ditumis
dengan berbagai bumbu pelengkap. Namun yang membuat berbeda dengan kangkung
tumis yang lain, mama menambahkan bunga pepaya. Tumisan kangkung dan bunga
pepaya ini memang sudah menjadi pasangan wajib untuk disajikan dengan papeda.
Meski bunga pepaya memiliki rasa yang agak pahit, namun terasa nikmat di lidah
bagi orang yang telah terbiasa memakannya. Saya menyukai makanan pedas, jadi
biasanya saya yang mendapat giliran membuat sambal.
Papeda
dengan cita rasa yang khas ini sangat sedap disantap dalam keadaan panas, karena
jika dingin teksturnya akan mengeras. Untuk mengobati kerinduan saya dengan makanan ini, pastilah tidak ada kata tunggu untuk menyantapnya. Tekstur papeda
yang lembut, dengah kuah ikan yang segar dan sayur yang gurih, sangat nikmat
dan pas di lidah. Tentunya dengan sambal sebagai pelengkap, terobatilah
kerinduan yang setengah mati saya pendam.